Wednesday, February 20, 2013

Pertanian Industri Terbesar Dunia


Pertanian merupakan industri terbesar di dunia. Menurut UN FAO dalam Prihatman (2000: 10) sektor ini mempekerjakan kurang lebih 1.3 milyar manusia dan memproduksi sebanyak $1.3 triliun produk secara langsung dari lahan pertanian. Di Indonesia sendiri sektor pertanian merupakan penyangga perekonomian karena sektor ini mampu memberikan kontribusi yang besar bagi perkembangan ekonomi kerakyatan. Hasil-hasil pertanian di Indonesia mampu dijadikan komoditas unggul dalam persaingan global, oleh karena itu untuk menghadapi kondisi seperti ini sudah selayaknya komoditas-komoditas pertanian unggulan di Indonesia diberdayakan dengan baik dan dikelola secara intensif guna menciptakan swasembada pangan yang selanjutnya akan berdampak pada kemakmuran rakyat. Sektor pertanian sendiri memiliki sub-sektor yang lain meliputi : tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. (Purwanto, 2004: 5)
Salah satu buah tropis yang memiliki prospek pemasaran yang sangat baik di Indonesia adalah buah Belimbing (Prihatman, 2000: 7). Buah Belimbing (Averrhoa carambola) merupakan satu-satunya buah lokal yang harganya mampu bersaing dengan buah-buahan impor. Prospek pemasaran belimbing di dalam negeri diperkirakan makin baik. Hal ini disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk dan semakin banyaknya konsumen yang menyadari pentingnya kecukupan gizi dari buah-buahan. Perkiraan permintaan setiap tahun semakin meningkat, peningkatan permintaan tersebut adalah sebesar 6.1% per tahun (1995-2000), 6.5% per tahun (2000-2005), dan mencapai 8.9% per tahun (2010-2015) (Prihatman, 2000: 15).
Aktivitas pengusaha agrikultur sebagai bagian dari upaya pembangunan nasional dituntut untuk dapat terlaksana secara professional. Salah satu unsur yang ikut berperan dalam menciptakan pelaksanaan aktivitas pengusaha agrikultur secara professional adalah berupa tersedianya informasi secara benar dan memadai. Salah satu informasi yang diperlukan adalah yang terkait dengan akuntansi. Akuntansi dapat didefinisikan secara sempit sebagai proses atau praktik yaitu proses pengidentifikasian, pengukuran, pengakuan dan penyajian suatu objek pelaporan keuangan dengan cara tertentu untuk menyediakan informasi relevan kepada pihak yang berkepentingan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan ekonomik. (Suwardjono, 2005: 100)
Arus informasi yang lancar sangat dibutuhkan oleh pihak manajemen perusahaan maupun oleh pihak eksternal lainnya. Salah satu informasi yang diharapkan dapat memberikan gambaran secara menyeluruh tentang perkembangan perusahaan adalah laporan keuangan. Menurut IAI dalam PSAK 2009 pada Kerangka Dasar Penyusunan Penyajian Laporan Keuangan, tujuan dari laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Financial Accounting Standart Board (FASB)  No.1 par. 34 dalam Skousen (2004: 31) menyatakan bahwa pelaporan keuangan harus memberikan informasi yang bermanfaat untuk para investor serta kreditor yang ada dan yang potensial serta pemakai lainnya dalam mengambil keputusan rasional mengenai investasi, kredit dan keputusan sejenisnya. Informasi itu harus dapat dipahami oleh orang-orang yang mempunyai pengetahuan mengenai aktivitas usaha dan ekonomi dan yang mempunyai keinginan untuk mempelajari informasi tersebut secara bijaksana. Laporan keuangan yang dapat digunakan untuk keputusan usaha harus memiliki kualitas yang baik. Suatu laporan keuangan dikatakan berkualitas jika memenuhi syarat karakteristik kualitatif. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) 2002 dalam Baridwan (2004: 5) terdapat empat karakteristik kualitatif dalam laporan keuangan yaitu dapat dipahami (understandability), berhubungan (relevan), keandalan (reliability) dan dapat diperbandingkan (comparability).
 Pada umumnya perusahaan yang bergerak di bidang agrobisnis misalnya pada sektor perkebunan mengalami kesulitan dalam penyajian informasi keuangan. Penyajian yang tidak tepat atau tidak disajikan secara wajar  dapat menyebabkan kesalahan dalam pengambilan keputusan bagi pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan. Hal ini disebabkan karena proses perlakuan akuntansi yang tidak layak pada tanaman belimbing seperti kesalahan dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasikan kejadian-kejadian maupun transaksi-transaksi yang berkaitan dengan dengan tanaman belimbing.
Kesalahan perusahaan dalam mengidentifikasikan dan mengklasifikasikan kejadian-kejadian maupun transaksi-transaksi yang berkaitan dengan tanaman belimbing akan berpengaruh pada pencatatan laporan keuangan khususnya pada neraca dan laba rugi. Laporan keuangan perusahaan menjadi tidak wajar. Di Indonesia sendiri belum ada standar yang mengatur pelaporan atas tanaman secara jelas. Selama ini standar akuntansi yang dipakai oleh pengusaha perkebunan mengadopsi PSAK 32 paragraf 20 mengenai akuntansi kehutanan yang menyatakan bahwa hasil hutan yang telah berada di TPN dan lokasi pengumpulan / penimbunan hasil hutan harus dibukukan sebagai persediaan.