Pertanian merupakan industri
terbesar di dunia. Menurut UN FAO dalam Prihatman (2000: 10) sektor ini mempekerjakan
kurang lebih 1.3 milyar manusia dan memproduksi sebanyak $1.3 triliun produk
secara langsung dari lahan pertanian. Di Indonesia sendiri sektor pertanian
merupakan penyangga perekonomian karena sektor ini mampu memberikan kontribusi
yang besar bagi perkembangan ekonomi kerakyatan. Hasil-hasil pertanian di
Indonesia mampu dijadikan komoditas unggul dalam persaingan global, oleh karena
itu untuk menghadapi kondisi seperti ini sudah selayaknya komoditas-komoditas
pertanian unggulan di Indonesia diberdayakan dengan baik dan dikelola secara
intensif guna menciptakan swasembada pangan yang selanjutnya akan berdampak
pada kemakmuran rakyat. Sektor
pertanian sendiri memiliki sub-sektor yang lain meliputi : tanaman bahan
makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. (Purwanto, 2004: 5)
Salah satu buah tropis yang
memiliki prospek pemasaran yang sangat baik di Indonesia adalah buah Belimbing
(Prihatman, 2000: 7). Buah Belimbing (Averrhoa
carambola) merupakan satu-satunya buah lokal yang harganya mampu bersaing
dengan buah-buahan impor. Prospek pemasaran belimbing di dalam negeri
diperkirakan makin baik. Hal ini disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk
dan semakin banyaknya konsumen yang menyadari pentingnya kecukupan gizi dari
buah-buahan. Perkiraan permintaan setiap tahun semakin meningkat, peningkatan
permintaan tersebut adalah sebesar 6.1% per tahun (1995-2000), 6.5% per tahun
(2000-2005), dan mencapai 8.9% per tahun (2010-2015) (Prihatman, 2000: 15).
Aktivitas pengusaha agrikultur
sebagai bagian dari upaya pembangunan nasional dituntut untuk dapat terlaksana
secara professional. Salah satu unsur yang ikut berperan dalam menciptakan
pelaksanaan aktivitas pengusaha agrikultur secara professional adalah berupa
tersedianya informasi secara benar dan memadai. Salah satu informasi yang
diperlukan adalah yang terkait dengan akuntansi. Akuntansi dapat didefinisikan
secara sempit sebagai proses atau praktik yaitu proses pengidentifikasian,
pengukuran, pengakuan dan penyajian suatu objek pelaporan keuangan dengan cara
tertentu untuk menyediakan informasi relevan kepada pihak yang berkepentingan
sebagai dasar dalam pengambilan keputusan ekonomik. (Suwardjono, 2005: 100)
Arus informasi yang lancar
sangat dibutuhkan oleh pihak manajemen perusahaan maupun oleh pihak eksternal
lainnya. Salah satu informasi yang diharapkan dapat memberikan gambaran secara
menyeluruh tentang perkembangan perusahaan adalah laporan keuangan. Menurut IAI
dalam PSAK 2009 pada Kerangka Dasar Penyusunan Penyajian Laporan Keuangan, tujuan
dari laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi
keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang
bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Financial Accounting Standart Board (FASB)
No.1 par. 34 dalam Skousen (2004: 31) menyatakan bahwa pelaporan
keuangan harus memberikan informasi yang bermanfaat untuk para investor serta
kreditor yang ada dan yang potensial serta pemakai lainnya dalam mengambil
keputusan rasional mengenai investasi, kredit dan keputusan sejenisnya.
Informasi itu harus dapat dipahami oleh orang-orang yang mempunyai pengetahuan
mengenai aktivitas usaha dan ekonomi dan yang mempunyai keinginan untuk
mempelajari informasi tersebut secara bijaksana. Laporan keuangan yang dapat
digunakan untuk keputusan usaha harus memiliki kualitas yang baik. Suatu
laporan keuangan dikatakan berkualitas jika memenuhi syarat karakteristik
kualitatif. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) 2002 dalam Baridwan (2004:
5) terdapat empat karakteristik kualitatif dalam laporan keuangan yaitu dapat
dipahami (understandability),
berhubungan (relevan), keandalan (reliability) dan dapat diperbandingkan (comparability).
Pada umumnya perusahaan yang bergerak di
bidang agrobisnis misalnya pada sektor perkebunan mengalami kesulitan dalam
penyajian informasi keuangan. Penyajian yang tidak tepat atau tidak disajikan
secara wajar dapat menyebabkan kesalahan
dalam pengambilan keputusan bagi pihak yang berkepentingan terhadap laporan
keuangan. Hal ini disebabkan karena proses perlakuan akuntansi yang tidak layak
pada tanaman belimbing seperti kesalahan dalam mengidentifikasi dan
mengklasifikasikan kejadian-kejadian maupun transaksi-transaksi yang berkaitan
dengan dengan tanaman belimbing.
Kesalahan perusahaan dalam
mengidentifikasikan dan mengklasifikasikan kejadian-kejadian maupun
transaksi-transaksi yang berkaitan dengan tanaman belimbing akan berpengaruh
pada pencatatan laporan keuangan khususnya pada neraca dan laba rugi. Laporan
keuangan perusahaan menjadi tidak wajar. Di Indonesia sendiri belum ada standar
yang mengatur pelaporan atas tanaman secara jelas. Selama ini standar akuntansi
yang dipakai oleh pengusaha perkebunan mengadopsi PSAK 32 paragraf 20 mengenai
akuntansi kehutanan yang menyatakan bahwa hasil hutan yang telah berada di TPN
dan lokasi pengumpulan / penimbunan hasil hutan harus dibukukan sebagai
persediaan.